Sang Calon Legislatif

Djarum Black Blog Competition 2009 semakin panas karena waktu penjurian sudah semakin dekat sedangkan pendaftaran Djarum Black Innovation Award 2009 segera ditutup pada 10 April nanti. Bersamaan dengan event Djarum Black tersebut, pesta demokrasi Indonesia terus membayangi.

imageSepuluh tahun sudah usia reformasi di negeri ini namun sepertinya belum cukup menjadi pelajaran bagi calon legislatif dalam berkampanye. Gaya kampanye yang klasik terus dipakai untuk meraup suara pemilih namun masihkah cara-cara demikian ampuh meyakinkan masyarakat untuk menggunakan hak pilih mereka? Padahal, saat ini masyarakat sudah semakin dewasa dan tidak mudah terbuai dengan rangkaian kata semata. Fenomena gaya kampanye calon wakil rakyat dengan tingkat keterpilihannya ini menginspirasi saya untuk mengangkatnya menjadi topik yang patut untuk diperbincangkan.


Ramai-ramai memasang poster
Bukan pemandangan aneh lagi jika masa kampanye tiba jalanan dipenuhi dengan alat peraga kampanye calon legislatif yang jumlahnya ratusan bahkan lebih. Ajakan untuk memilih mereka dirangkai dengan kata-kata indah dan jargon-jargon menawan. Meski terkadang merusak keindahan dan estetika kota, agaknya gaya kampanye seperti ini masih jadi primadona. Yang jadi pertanyaan, apakah masyarakat akan memilih begitu saja hanya dengan melihat poster di jalanan tanpa tahu seluk beluk wakil yang akan dipilih?

Sumbangan dadakan
Lain orang lain pula ceritanya, tak sedikit oknum calon legislatif yang masih saja percaya bahwa ia akan dipilih apabila memberikan sumbangan (baca:sogokan). Memang masyarakat menerima bantuan tersebut namun untuk urusan memilih, tunggu dulu, tidak semudah itu, justru tindakan yang tiba-tiba memberikan sumbangan seperti ini terkesan membantu jika ada mau. Apakah justru cara seperti ini tidak menimbulkan kesan negatif?

Mengaku miskin
Yang saat ini populer adalah calon legislatif yang mengaku miskin, entah benar-benar miskin atau hanya sekedar strategi. Saya heran, untuk apa mereka mengaku miskin, masyarakat tidak butuh wakil rakyat yang miskin ataupun kaya, masyarakat hanya butuh wakil rakyat yang berkualitas tanpa memandang status sosial. Dengan mengaku miskin seperti itu justru akan menimbulakan kesan bahwa niat sang calon legislatif tidak tulus karena mengait-ngaitkan antara menjadi wakil rakyat dengan status sosial, bukankah menjadi wakil rakyat itu tidak berhubungan dengan status sosial?

Sebenarnya banyak sekali cara berkampanye yang lebih elegan dan efektif tanpa harus mengeluarkan banyak dana, semuanya tergantung dari kreatifitas dan niat dari sang calon mengemas aksi kampanyenya. Misalnya turun langsung mengunjungi masyarakat akan lebih berkesan daripada sekedar memasang poster di jalanan yang menelan banyak dana itu. Tentunya tidak hanya mengunjungi saja melainkan juga mensosialisasikan visi dan misinya, hanya saja yang perlu diingat adalah jangan terlalu banyak mengobral janji, bicara biasa saja dan apa adanya. Mungkin akan banyak waktu yang dikorbankan untuk bertemu masyarakat, tapi bukankah itu hakikat tugas seorang wakil rakyat yaitu menampung aspirasi masyarakat. Maka, Berubahlah wahai calon wakil rakyat!

Saya memang tak punya daya, tapi saya masih punya asa. Sebagai anak negeri saya hanya bisa bersorak "Jangan Golput". Walau golput atau tidak golput adalah pilihan dan hak masing-masing warga negara, namun kejayaan negara terlalu mahal untuk dikorbankan hanya karena obsesi pihak yang berkepentingan.

Jayalah Indonesia!



Mungkin ini informasi yang anda cari :

0 comments:

Posting Komentar

Blackinnovationawards
[ Tabulasi perolehan suara sementara PEMILU 2009 ] SUKSESKAN PEMILU INDONESIA 2009 : Jangan golput! Jangan salah pilih! close [x]